Monday, December 15, 2008


BenderaM Aji Surya - suaraPembaca

Jakarta - Masyarakat kita ini termasuk golongan orang timur. Kata orang lebih banyak menggunakan perasaan daripada logika sehingga mudah tersinggung dan kalau bicara dengan mereka harus ekstra hati-hati. Kemampuan interpretasi menjadi penting dalam pergaulan. Jangan sampai apa yang kita sampaikan dimengerti lain oleh pihak lawan bicara.

Begitu juga dalam hal bernegara. Dulu, zaman Orba, ada kritik saja dianggap sebagai upaya pembangkangan dan bisa dikenai subversi. Apalagi sudah bersifat penghinaan pastilah digebuk tanpa ampun. Nah, di zaman yang sudah reformasi ini ada perkembangan yang sangat positif. Kritik tidak menjadikan orang alergi. Malah bisa memacu kemajuan. Meskipun ada juga yang masuk telinga kanan dan keluar telinga kiri.

Eh, tiba-tiba saja kita jadi kaget dengan adanya masalah "bendera" yang digambari lambang kelompok tertentu. Seolah bendera yang suci ini telah ternodai oleh najis sehingga harus dicuci dengan air tujuh kembang dan pelakunya harus masuk hotel prodeo.

Uniknya, gambar bendera yang dikatakan ternodai tersebut disebarluaskan melalui media masa, dan kelihatannya tidak mengetam protes. Bukankah penyebaran barang haram juga seharusnya dikatagorikan kelakuan terlarang. Saya jadi ingat, penadah barang hasil maling juga bisa diseret ke pengadilan. Dalam pengamatan sekejab saya, bendera yang ternoda itu malah menjadi komoditi surat kabar yang bisa mendongkrak tiras.

Kini ada wacana, antara mereka yang berseteru agar melakukan perdamaian. Tidak usah diterus-teruskan karena akan menyedot energi dan waktu sehingga bangsa kita ini menjadi susah maju. Lagi-lagi saya jadi bingung. Kalaulah penodaan itu masuk katagori hukum pidana mana bisa didamaikan. Ini adalah urusan negara Bung. Emangnye kasus perdata. Aya aya wae.

Yang juga menjadi pertimbangan dalam hal ini adalah masalah niat. Apakah benar ada niat untuk melakukan penodaan. Pembuktian akan niat ini bisa juga ditelisik dari berbagai kegiatan yang dilakukan sebelumnya yang mengarah kesana. Kepiawaian dari para penyidik sangat diperlukan dalam hal ini.

Tapi, yang lebih penting adalah bagaimanakah kita bisa memahami bendera kebanggaan tesebut sebagai sebuah simbol kenegaraan, dan tidak hanya terjebak pada sekedar kesakralannya saja. Semangat bendera yang dilahirkan melalui sebuah proses sejarah yang amat panjang, model, pembuatan dan warnanya hingga bagaimana para pendahulu kita mempertahankannya dengan cucuran darah, merupakan hakekat yang harus senantiasa diwariskan kepada anak cucu.

Barangkali saat ini sudah banyak yang lupa mengajarkan semangat bendera merah putih tersebut. Anak-anak kita cenderung melupakannya.Dengan demikian, maka yang lebih penting bukan cara bagaimana mengangkat tangan yang tepat dalam penghormatan bendera.

Tetapi, bagaimana bendera itu selalu memberikan semangat dan inspirasi untuk kemajuan bangsa kita tercinta, Indonesia.

M Aji Surya
Katelniceskaya, Neberisnaya 82 Moscow

ajimoscovic@gmail.com+79250718648

http://suarapembaca.detik.com/read/2008/12/15/184245/1054064/471/bendera

0 komentar: