Friday, January 02, 2009


Pdt Bigman Sirait:Orang yang Tidak Bekerja, Jangan Makan!

Pdt. Bigman Sirait --- PEKERJAAN di dalam kekristenan merupakan bagian yang “menempel” pada diri manusia karena memang manusia diciptakan Tuhan sebagai makhluk pekerja. Manusia sebagai makhluk pekerja harus bekerja.
Ada orang yang sejak lahir sudah mengalami cacat dan lain hal sehingga tidak bisa bekerja, tentu ini sebuah pengecualian. Jadi tidak ada alasan untuk tidak bekerja. Karena itu setiap orang jangan menghina dirinya dengan tidak bekerja, melainkan menghargai diri dengan membekali diri untuk bisa bekerja.
Kita harus melakukan pekerjaan sungguh-sungguh. Kita tidak boleh tidak bekerja dengan berbagai alasan yang tidak pas. Rasul Paulus dalam II Tessalonika 3: 10-12, antara lain berkata, “Kalau tidak bekerja, jangan makan!” Ini teguran yang sangat telak terhadap orang-orang di Tessalonika karena mereka diwarnai konsep kekacauan soal kedatangan Yesus, sampai ada beberapa orang dengan kemalasannya, tidak mau bekerja. Paulus menegur mereka dengan keras, “Kalau tidak mau bekerja, jangan makan!” Karena itu pekerja Kristen harus menjadi pekerja yang bertanggung jawab penuh. “Orang yang bekerja berhak untuk makan, yang tidak bekerja jangan makan!” Kalimat ini juga perlu diperhatikan serius oleh kita yang hidup di jaman ini.
Pertarungan di dalam dunia kerja begitu luar biasa. Orang begitu gesit menggunakan waktunya. Bahkan dengan dalih lembur kadang kala orang bekerja lebih 12 jam setiap hari. Untuk meningkatkan harta, orang tidak lagi mengenal hari Minggu sebagai hari libur. Tapi bukan model kerja seperti itu yang dimaksud Tuhan. Kita tidak perlu menjadi workholic, menganggap pekerjaan adalah segalanya, bahkan menjadikan pekerjaan itu tuhan (berhala). Tuhan tidak mau kita seperti itu, dan bukan itu yang dimaksud Alkitab. Kita juga tidak bisa berdalih karena Tuhan Yesus mau datang maka tidak bekerja. Justru Tuhan Yesus mau datang kita harus bekerja baik-baik.
Kesalahan orang Kristen, karena membuat split antara pekerjaan dan pelayanan. Martin Luther berkata, “Ketika engkau bekerja engkau sedang berdoa”. Nah orang membuat split, memisahkan pekerjaan dengan pelayanan, sehingga kadang-kadang pelayanan diberi konotasi sebagai sesuatu yang suci, sakral, lalu kerja itu sekuler. Pemisahan ini kurang bisa dipertanggungjawabkan, karena sebenarnya seluruh aktivitas kita kan untuk Tuhan. Oleh karena itu kita tidak boleh memilah-milah, memisahkan hal itu, sehingga nanti dengan dalih rohani justru tidak bekerja. Nah justru yang tidak kerja itu yang tidak rohani.
Kalau hanya pendeta yang disebut pekerja rohani, dan yang lain sekuler, berarti sorga kosong melompong, karena hanya pendeta yang masuk sorga. Semua orang bertanggung jawab pada prinsip yang sama, tugas yang sama. Kita mengemban tugas untuk bersaksi tentang Tuhan dalam bidang yang berbeda. Karena itu, bekerjalah dengan penuh tanggung jawab.

Iman tanpa perbuatan
Berdoa adalah sesuatu yang sangat rohani dalam pengertian sesuatu yang harus kita kerjakan. Berdoa itu adalah bagian yang tidak terpisahkan dari hidup kita. Tetapi ketika kita tidak bekerja dengan dalih berdoa, muncul tanda tanya, “Waktu berdoa kita bertemu dengan siapa?” Kalau ketemu Tuhan pasti digerakkan untuk bertanggung jawab di tengah dunia ini. Kalau ketemu Tuhan pasti digerakkan untuk terjun menolong orang. Yakobus pernah mengkritik orang-orang Kristen yang dengan pongah berkata, “Aku punya iman”. Yakobus langsung balik bertanya, “Kalau kau punya iman mana perbuatanmu?”
Kita jangan terjebak pada perangkap yang salah sampai tidak lagi bisa menikmati keutuhan kekristenan. Ada jutaan mata mengamati kehidupan orang Kristen, di dalam tanggung jawab kerjanya. Kalau kita menyebut diri seorang Kristen yang baik, maka kita harus menyelesaikan dengan baik pekerjaan yang menjadi tanggung jawab kita. Jangan lari dari tanggung jawab itu. Kalau sudah begini bagaimana kita mau memuliakan Tuhan?
Kalau target kerja kita saja tidak selesai, yang bisa diukur secara kuantitatif dan langsung kelihatan, bagaimana secara kualitatif? Pertanggungjawaban keuangan misalnya, kalau kita betul-betul seorang Kristen mestinya akurat, satu sen pun bisa dipertanggungjawabkan. Tetapi kalau pertanggungjawaban itu selalu meleset dengan dalih tidak bisa mengaturnya, tidak menguasainya, kita tidak bisa membuatnya secara tepat, bagaimana kita mengaku sebagai pekerja Kristen? Sementara di luar sana ada orang yang bukan Kristen selalu tepat. Orang-orang pun bingung, mana Kristen mana yang bukan? Maka adalah sangat memalukan jika kita yang Kristen bekerja dengan cara yang tidak Kristen, sementara orang yang bukan Kristen itu bekerja dengan cara Kristen.
Jika orang-orang Kristen punya responsibility, tanggung jawab, maka saya percaya dunia kerja akan mencari pekerja-pekerja kristiani. Tetapi maafkan bila saya mengucapkan satu kalimat yang mungkin tidak enak di kuping: banyak sekali pekerja Kristen yang sulit dipercaya dan diandalkan. Nah ini menjadi pergumulan dan pertarungan. Yesus sendiri mengkritik dan berkata, “Anak-anak gelap itu lebih cerdik dari anak-anak terang”. Orang-orang dunia lebih cerdik memanfaatkan situasi, membenahi dan mengembangkan kemampuan dirinya.
Kalau jujur melihat sejarah, pekerja-pekerja Kristen ini sebenarnya luar biasa, bisa diandalkan, mampu dan kuat bersaing, punya kelas, punya mutu. Eropa harus bersyukur karena kemajuan mereka itu pengaruh Kristen yang sangat besar sekali. Tetapi sayang, Eropa lupa akan Tuhan. Amerika maju, itu pengaruh Kristen yang sangat besar. Tetapi sayang mereka juga mulai lupa Tuhan. Dunia Barat maju dan berkembang karena kekristenan. Tetapi kemudian mereka menjualnya menodainya menjadikannya isme-isme kapitalis.
Karena itu, ini menjadi pergumulan bagaimana kita menempatkan posisi sebagai pekerja Kristen yang bertanggung jawab di dalam berbagai aspek bidang yang kita geluti dan gumuli, supaya itu semua bisa menjadi puji hormat bagi nama Tuhan.v (Diringkas dari kaset khotbah oleh Hans P.Tan)

1 komentar:

Anonymous said...

membaca seluruh blog, cukup bagus